Dukungan untuk ICW dan KPK Soal Penyimpangan BP Migas

[Solidaritas Rakyat Anti Korupsi] - Kami dari Solidaritas Rakyat Anti Korupsi (SORAK Indonesia) mendukung sepenuhnya langkah yang diambil oleh Indonesian Corruption Watch (ICW) dengan melaporkan adanya dugaan penyimpangan keuangan yang dilakukan oleh Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kami juga menyemangati KPK agar dapat menuntaskan persoalan ini lebih cepat dan akurat. Karena itu, BP Migas pun seharusnya bisa bisa menanggapi tuduhan Indonesia Coruption Watch (ICW) soal adanya penyimpangan yang terjadi pada kurun waktu tahun 2000-2007 dari penerimaan dari minyak dan gas (migas) yang masuk ke kantong negara sebesar Rp 194 triliun. Hal demikian sangat penting untuk direspon agar rakyat mengetahui duduk persoalannya. Jika memang benar yang terjadi demikian, maka wajar saja jika bangsa ini selalu dibelit persoalan krisis energi. Jika tidak benar, argumentasinya pun harus jelas, karena rakyat sebenarnya sudah lelah dengan penderitaan krisis energi yang berkepanjangan. Para pejabat ESDM mulai dari menteri, dirjen dan BUMN-nya harus memiliki dan lingkungannya tidak pernah berhasil. Seperti diketahui, perhitungan sebesar total Rp 194 triliun yang ditemukan ICW merupakan kalkulasi dari berbagai sumber data yakni Kementerian ESDM, BP Migas, dan Dirjen Migas. ICW telah melkukan kroscek data untuk laporan hasil keuangan berdasarkan LKPP (Laporan Keuangan Pemerintah Pusat) di Depkeu. Dari hasil riset ICW tersebut ditemukan adanya kekurangan penerimaan minyak Rp 194 triliun. Penyimpangan terjadi karena angka produksi minyak Indonesia yang dilaporkan dalam realisasi penerimaan negara jauh lebih rendah dari realisasi sebenarnya. Rata-rata tiap tahun dilaporkan lebih rendah 16,102 juta barel. Atau, terjadi selisih kurang dari 128,820 juta barel. Selain itu pola bagi hasil minyak tidak sesuai dengan yang seharusnya. Selain itu, pola bagi hasil antara pemerintah dengan kontraktor seharusnya 85:15 tapi dari hasil audit BPK mengindikasikan bagi hasil minyak Indonesia dalam prskteknya hanya 67:33. Berdasarkan hasil audit BPK terhadap LKPP dari tahun 2005-2007 ditemukan penerimaan migas yang tidak dicatat dan dibelanjakan tanpa melalui mekanisme APBN senilai RP 120,329 T. Begitu juga hasil audit BPK terhadap kontrak dengan kontraktor kerjasama minyak dengan temuan senilai RP 39,999 T yang tidak perlu dibayar sebagai cost receovery minyak. Mudah-mudahan, KPK bisa menemukan penyimpangan-penyimpangan di lingkungan ESDM agar persoalannya bisa segera diketahui. Dengan demikian maka akan membawa dampak positif bagi solusi atas persoalan krisis energi -- seperti yang masih terjadi sekarang ini. Terima kasih.

bye .brewok